Guru yang Dirindu

Jika anda guru apakah merasa dirindukan oleh murid; Jika anda dosen apakah dirindukan oleh mahasiswa? Jika kita masih menyaksikan reaksi siswa yang senang gembira ketika guru/dosen tidak hadir utk mengajar...itu pertanda guru/dosen tidak dirindukan oleh murid/mahasiswanya...

09 Januari 2009

SOMBONG

Saudaraku, peminat blog imronahakim.

Dalam pergauan sehari-hari, seringkali kita jumpai seseorang yang merasa diri lebih dari yang lain, bahkan kita sendiri juga pernah terhinggapi perasaan yang disebut sebagai “sombong”. Tapi, mengapa kita harus sombong? Bukankah kesombongan dapat melukai perasaa orang lain dan menutup dari Berkat dan Rahmat Allah Swt?. Sebab yang pantas sombong adalah HANYA ALLAH YANG MAHA SEGALANYA. Kita sebagai manusia tidak ada apa-apanya kalau tidak diperkenankan oleh-Nya. Berikut saya sisipkan tiga ulasan tentang kesombongan yang bersumber dari milis Money Magnet untuk kita renungkan dan untuk tidak menjadi sombong dengan kondisi yang ada pada diri kita. Semoga bermanfaat.

Salam hangat,

Imron A Hakim

Apa yang kita sombongkan ?
Minggu, 7 September, 2008 08:16
Dari: "Adi W. Gunawan"
Kepada: money_magnet@yahoogroups.com
Apa yang kita sombongkan ?
Jumat, 5 September, 2008 14:00
Dari: "Eliana Widijansih"
Kepada: money_magnet@yahoogroups.com

Ada artikel bagus, semoga bermanfaat.

Seorang pria yang bertamu ke rumah Sang Guru tertegun keheranan. Dia melihat Sang Guru sedang sibuk bekerja; ia mengangkuti air dengan ember dan menyikat lantai rumahnya keras-keras. Keringatnya bercucuran deras.

Menyaksikan keganjilan ini orang itu bertanya, "Apa yang sedang Anda lakukan?" Sang Guru menjawab, "Tadi saya kedatangan serombongan tamu yang meminta nasihat. Saya memberikan banyak nasihat yang bermanfaat bagi mereka. Mereka pun tampak puas sekali. Namun, setelah mereka pulang tiba-tiba saya merasa menjadi orang yang hebat. Kesombongan saya mulai bermunculan. Karena itu, saya melakukan ini untuk membunuh perasaan sombong saya."

Sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua, yang benih-benihnya terlalu kerap muncul tanpa kita sadari.

Di tingkat terbawah, sombong disebabkan oleh faktor materi. Kita merasa lebih kaya, lebih rupawan, dan lebih terhormat daripada orang lain.

Di tingkat kedua, sombong disebabkan oleh faktor kecerdasan. Kita merasa lebih pintar, lebih kompeten, dan lebih berwawasan dibandingkan orang lain.

Di tingkat ketiga, sombong disebabkan oleh faktor kebaikan. Kita sering menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah, dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain. Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit pula kita mendeteksinya.

Sombong karena materi sangat mudah terlihat, namun sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita. Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan. Pada tataran yang lumrah, ego menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri (self-esteem) dan kepercayaan diri (self-confidence) . Akan tetapi, begitu kedua hal ini berubah menjadi kebanggaan (pride), Anda sudah berada sangat dekat dengan kesombongan. Batas antara bangga dan sombong tidaklah terlalu jelas.

Kita sebenarnya terdiri dari dua kutub, yaitu ego di satu kutub dan kesadaran sejati di lain kutub. Pada saat terlahir ke dunia, kita dalam keadaan telanjang dan tak punya apa-apa. Akan tetapi, seiring dengan waktu, kita mulai memupuk berbagai keinginan, lebih dari sekadar yang kita butuhkan dalam hidup. Keenam indra kita selalu mengatakan bahwa kita memerlukan lebih banyak lagi. Perjalanan hidup cenderung menggiring kita menuju kutub ego. Ilusi ego inilah yang memperkenalkan kita kepada dualisme ketamakan (ekstrem suka) dan kebencian (ekstrem tidak suka). Inilah akar dari segala permasalahan. Perjuangan melawan kesombongan merupakan perjuangan menuju kesadaran sejati.

Untuk bisa melawan kesombongan dengan segala bentuknya, ada dua perubahan paradigma yang perlu kita lakukan. Pertama, kita perlu menyadari bahwa pada hakikatnya kita bukanlah makhluk fisik, tetapi makhluk spiritual. Kesejatian kita adalah spiritualitas, sementara tubuh fisik hanyalah sarana untuk hidup di dunia. Kita lahir dengan tangan kosong, dan (ingat!) kita pun akan mati dengan tangan kosong.

Pandangan seperti ini akan membuat kita melihat semua makhluk dalam kesetaraan universal. Kita tidak akan lagi terkelabui oleh penampilan, label, dan segala "tampak luar" lainnya. Yang kini kita lihat adalah "tampak dalam". Pandangan seperti ini akan membantu menjauhkan kita dari berbagai kesombongan atau ilusi ego. Kedua, kita perlu menyadari bahwa apa pun perbuatan baik yang kita lakukan, semuanya itu semata-mata adalah juga demi diri kita sendiri. Kita memberikan sesuatu kepada orang lain adalah juga demi kita sendiri. Dalam hidup ini berlaku hukum kekekalan energi. Energi yang kita berikan kepada dunia tak akan pernah musnah. Energi itu akan kembali kepada kita dalam bentuk yang lain. Kebaikan yang kita lakukan pasti akan kembali kepada kita dalam bentuk persahabatan, cinta kasih, makna hidup, maupun kepuasan batin yang mendalam.

Jadi, setiap berbuat baik kepada pihak lain, kita sebenarnya sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri. Kalau begitu, apa yang kita sombongkan ?
Sumber : Internet bebas

Sabtu, 6 September, 2008 06:31
Dari: "Johansyah S Arifin"
Kepada: money_magnet@yahoogroups.com
Terima kasih mbak Eliana, artikel yang sangat bermanfaat. Mengingatkan kita untuk selalu menjaga hati dari godaan-godaan ke "ego" an kita. Saya jadi teringat sebuah nasehat guru ngaji saya, dimana beliau mengatakan bahwa untuk menggoda manusia, misalnya dalam melaksanakan kegiatan ibadah ritualnya sehari-hari, maka setan akan menjalankan tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Langkah pertama yang akan dilakukan adalah dia (setan) akan mengajak kita untuk tidak sama sekali melakukan ibadah ritual tersebut. Misalnya dalam agama saya, kita diajak untuk tidak melaksanakan shalat 5 waktu sama sekali.
2. Kalau langkah ini tidak berhasil, maka dia akan menggoda kita untuk bolong-bolong menjalankan shalat ini. Dengan memunculkan berbagai kendala sebagai alasannya, sehingga kita melaksanakan shalat hanya 4 kali, 3 kali bahkan mungkin hanya 1 kali saja sehari.
3. Kalau tidak berhasil juga, maka dia akan selalu berusaha untuk membuat shalat kita tidak Khusyu' (tidak fokus). Sehingga fisik kita shalat, tapi pikiran kita kemana-mana
4. Kalau masih tidak berhasil, maka langkah terakhir yang dilakukan adalah dia akan membantu kita agar dapat melaksanakan ibadah dengan sangat baik (misalnya kalau dalam contoh ibadah shalat ini, kita tidak hanya melaksanakan shalat wajib tapi juga yang sunnah), tapi sambil menghembuskan hasutan-hasutan rasa bangga dalam diri kita yang akan berujung ke rasa Sombong (seperti yang ada dalam artikelnya mbak Eliana). Dimana kita merasa sudah menjadi orang yang sangat saleh dan merasa benar, sehingga kadang-kadang kita menyalahkan bahkan meremehkan orang lain yang kita anggap kualitas ibadahnya tidak sama dengan kita.
Semoga kita dijauhkan dari perangkap "ego" kesombongan ini. Namun marilah kita tetap berkarya dan tetap berkontribusi dalam upaya menciptakan kehidupan yang lebih baik lagi, sehingga makin banyak orang yang akan berbahagia di bumi ini, sambil senatiasa memohon kepada Tuhan, semoga selalu menjaga ketulusan & kelurusan niat kita ini. Amiiiiinnnnn ................
PS. : Wahhhh, jadi kaya khotbah yaaa.... beribu-ribu sorry dehhh....
Salam berkelimpahan,
Johan S Arifin


Hi Alls,
Mumpung lagi membahas soal kesombongan saya ingin sedikit menambahkan. Ada lima faktor penyebab kesombongan.
1. Harta (segala sesuatu yang berhubungan dengan kepemilikan)
2. Jabatan (posisi)
3. Usia (orang yang sudah tua merasa sudah banyak makan asam garam kehidupan)
4. Fisik (orang cantik, ganteng)
5. Pengetahuan (pintar, cerdas)
Semakin tinggi kita di setiap level di atas, misal semakin kaya, semakin tinggi jabatan, semakin tua, semakin cantik/gagah, dan semakin pintar maka perangkap kesombongan akan semakin kuat dan halus (garis bawaw dari imronahakim.
Salam,
Adi W Gunawan

Tidak ada komentar: